Rabu,19 Juni 2013 atau Buda wage menail sasih sadha hari ini Luh Rasi tepat berusia 42 hari (a-bulan pitung dina = 1 bulan 7 hari menurut perhitungan Kalender Bali). Upacara Tutug Kambuhan di tempat berbeda di Bali, disebut juga sebagai upacara: Kambuhan, Macolongan, dan Tutug Kakambuhan.
Upacara macolongan Luh Rasi dimulai pagi hari di tempat mata air yang ada tidak jauh dari rumah Luh Rasi yang sering disebut tukad kayehan yeh kakul. Tukad kayehan yeh kakul ditunjuk sebagai tempat macolongan Luh Rasi karena ditempat ini terdapat campuhan atau pertemuan dari mata air yang berbeda menyatu (capuh) menjadi satu ke arah hulu sehingga tempat ini bagus untuk dilaksanakan upacara macolongan.
Tujuannya dari upacara macolongan ini adalah membersihkan jiwa raga Luh Rasi atau sang bayi dan ibunya dari segala noda dan kotoran, dan berterima kasih kepada “Nyama Bajang” si bayi atas bantuannya menjaga si bayi sewaktu masih dalam kandungan dan mohon agar mereka kembali ke tempat asalnya masing-masing.
Yang dimaksud dengan “Nyama Bajang” adalah kelompok kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa yang membantu tugas-tugas “Kanda-Pat” menjaga dan memelihara si bayi sejak tumbuhnya benih, sampai kelahiran bayi. Setelah bayi lahir, tugas-tugas Nyama Bajang berakhir.
Nyama Bajang berjumlah 108, antar lain
bernama: Bajang Colong, Bajang Bukal, Bajang Yeh, Bajang Tukad, Bajang
Ambengan, Bajang Papah, Bajang Lengis, Bajang Dodot. Yang dimaksud
dengan “Kanda-Pat” adalah: Ari-ari, Lamas, Getih, dan Yeh-Nyom.
Berbeda dengan Nyama Bajang, maka
Kanda-Pat senantiasa menemani manusia sejak sebagai bayi dalam kandungan
sampai manusia menjadi tua lalu meninggal dunia. Menurut lontar Tutur
Panus Karma, nama Kanda-Pat dan Manusia berubah mengikuti usia sebagai
berikut:
Manik (Embryo)/ segera jika Ibu tidak menstruasi:
Kanda-Pat: Karen – Bra – Angdian – Lembana.
Embryo: Lengprana
Usia kandungan 20 hari:
Kanda-Pat: Anta – Preta – Kala – Dengan
Bayi: Lilacita
Kanda-Pat: Anta – Preta – Kala – Dengan
Bayi: Lilacita
Usia kandungan 40 minggu/ ketika bayi lahir:
Kanda-Pat: Ari-ari, Lamas, Getih, Yeh-Nyom
Bayi: I Pung
Kanda-Pat: Ari-ari, Lamas, Getih, Yeh-Nyom
Bayi: I Pung
Usia 7 hari setelah kelahiran atau setelah tali pusar mengering dan putus (yang jadi pedoman adalah tali pusar putus):
Kanda-Pat: I Mekair, I Salabir, I Mokair, I Selair.
Bayi: Tutur Menget
Bayi: Tutur Menget
Bila bayi sudah bisa menyebut “Babu”
(kata ini senantiasa keluar dari bibir bayi sebagai pelajaran pertama
berbicara secara alamiah):
Kanda-Pat: Sang Anggapati, Sang Prajapati, Sang Banaspati, Sang Banaspati Raja.
Bayi: I Jiwa
Bayi: I Jiwa
Bila manusia sudah remaja (usia 14 tahun untuk laki-laki, atau gadis menstruasi pertama)
Kanda-Pat: Sang Sida Sakti, Sang Sida Rasa, Sang Maskuina, Sang Aji Putra Petak.
Manusia: I Lisah
Kanda-Pat: Sang Sida Sakti, Sang Sida Rasa, Sang Maskuina, Sang Aji Putra Petak.
Manusia: I Lisah
Bila manusia sudah tua (sudah bercucu/ melewati masa Griahasta):
Kanda-Pat: Sang Podgala, Sang Kroda, Sang Sari, Sang Yasren
Manusia: Sang Ramaranurasi
Bila manusia baru meninggal dunia/ segera setelah meninggal dunia:
Kanda-Pat: Sang Suratma, Sang Jogormanik, Sang Mahakala, Sang Dorakala
Atma: Sang Manjing. Atma yang belum suci tidak dapat bersatu dengan Brahman, oleh karenanya masih menempuh proses reinkarnasi.
Kanda-Pat: Sang Suratma, Sang Jogormanik, Sang Mahakala, Sang Dorakala
Atma: Sang Manjing. Atma yang belum suci tidak dapat bersatu dengan Brahman, oleh karenanya masih menempuh proses reinkarnasi.
Atma yang sudah suci, dapat bersatu dengan Brahman dan tidak mengalami proses reinkarnasi lagi, disebut: Ratnakusuma.
Kanda-Pat: Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Suniasiwa
Kanda-Pat: Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Suniasiwa
Sebagaimana diuraikan di atas, upacara
Tutug-Kambuhan selain bertujuan untuk berterima kasih kepada Nyama
Bajang, dan Kanda-Pat, juga bertujuan membersihkan jiwa raga si bayi dan
ibunya dari segala kotoran.
Pembersihan si bayi baru pembersihan
tahap pertama, karena pembersihan tahap berikutnya dilakukan pada
upacara tiga bulanan. Rambut si bayi misalnya, yang dipandang “kotor”
karena terbawa sejak lahir, baru dipotong pada saat upacara tiga
bulanan.
Dikatakan sebagai pembersihan raga bagi
si bayi, karena pada usia 42 hari tali pusar sudah putus, lapisan kulit
yang paling tipis sudah berganti, peredaran darah dan konsumsi makanan
sudah lancar sehingga keringat, air mata, ludah, kencing, dan kotoran
sudah keluar. Pembersihan raga ibu ditandai oleh terhentinya aliran
kotoran dari rahim.
Upacara ini merupakan tonggak/ batas
waktu bagi kebersihan jiwa si bayi dan ibunya yang biasa disebut “lepas
sesebelan/ cuntaka”. Sejak saat ini si bayi dan ibunya boleh masuk ke
Pemerajan/Pura dengan catatan ibu dilarang menyusui anak di dalam
Pemerajan/ Pura karena air susu yang menetes membawa “keletehan” tempat
suci.
Bagi sang ayah, tonggak/ batas waktu
cuntaka adalah ketika si bayi putus tali pusarnya. Pada saat itu ayah
natab bea kala dan ngayab prayascita.
Melihat sedemikian banyaknya manfaat
yang diperoleh, maka upacara Tutug Kambuhan ini sangat penting untuk
dilaksanakan tepat pada waktunya.
Dalam keadaan apa pun upacara ini
diusahakan terlaksana, walaupun sangat sederhana. Misalnya, dalam satu
rumah ada halangan kematian, maka upacara tutug kambuhan dilaksanakan di
tempat saudara yang lain (tidak sehalaman dengan rumah duka).
0 komentar: